TeraNews Bisnis – Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru yang menghantam ratusan negara, termasuk Vietnam yang terkena dampak paling besar dengan tarif resiprokal hingga 46 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya 32 persen. Lalu, apa yang menyebabkan Vietnam mendapat pukulan lebih keras?
Teranews.id mengungkap, pemerintahan Trump beralasan tarif tinggi tersebut dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, klaim ekspor AS ke Vietnam dikenakan tarif hingga 90 persen, ditambah manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan. Kedua, surplus perdagangan Vietnam terhadap AS yang mencapai US$123 miliar pada 2024 menjadi pertimbangan utama. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan surplus perdagangan Indonesia yang hanya sekitar US$18 miliar.

Surplus tersebut didorong oleh lonjakan ekspor Vietnam ke AS sejak 2018, seiring memanasnya perang dagang AS-China. Vietnam menjadi tujuan alternatif bagi perusahaan yang ingin diversifikasi produksi dan mengurangi risiko. Impor AS dari Vietnam pun meroket mencapai US$136,6 miliar pada 2024, naik sekitar 19 persen dari tahun sebelumnya.
Faktor lain yang memperparah situasi adalah tingginya paparan impor Vietnam terhadap produk AS. Vietnam tercatat sebagai negara dengan paparan impor AS tertinggi di Asia, mencapai 12 persen dari PDB-nya pada 2024. Bandingkan dengan Singapura yang hanya dikenakan tarif 10 persen, karena produk farmasi ekspornya dibebaskan dari tarif baru. Hal ini menunjukkan perbedaan signifikan dalam neraca perdagangan kedua negara.
Tarif baru tersebut berlaku mulai 5 April, termasuk tarif 25 persen untuk semua mobil asing yang diimpor ke AS. Trump mendeklarasikan keadaan darurat ekonomi nasional untuk menerapkan kebijakan ini, yang diharapkan menghasilkan pendapatan ratusan miliar dolar AS per tahun. Namun, kebijakan ini berisiko memicu perlambatan ekonomi karena kenaikan harga barang-barang konsumsi.