TeraNews Bisnis – Anjloknya harga komoditas global, ditambah ancaman resesi global dan potensi kontraksi ekonomi dalam negeri, membuat industri pertambangan Indonesia ketar-ketir. Para pelaku usaha pun angkat bicara, mendesak pemerintah untuk lebih adaptif dalam merumuskan kebijakan agar sektor tambang tetap mampu bertahan dan kompetitif di kancah internasional.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, mengungkapkan keprihatinannya. "Industri pertambangan saat ini sudah terbebani berbagai kewajiban akibat regulasi yang sering berubah. Harga komoditas sedang turun, ekonomi global lesu, dan ekonomi lokal terancam kontraksi. Ini tantangan besar bagi kami," tegas Hendra dalam keterangan resmi, Rabu (19/3/2025).

Hendra menyoroti perubahan kebijakan yang cepat membuat pelaku usaha kesulitan beradaptasi. Regulasi yang terlalu ketat, menurutnya, akan menghambat investasi dan pertumbuhan industri. "Kami meminta pemerintah mengevaluasi regulasi yang ada. Tanpa kepastian kebijakan, investor akan ragu menanamkan modalnya," imbuhnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Nanan Soekarna, menekankan pentingnya stabilitas regulasi di tengah fluktuasi pasar global. "Kita ingin industri ini terus tumbuh dan berkontribusi bagi negara. Namun, jika ekonomi global memburuk dan regulasi semakin memberatkan, ini akan menjadi hambatan besar. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi ini sebelum membuat kebijakan baru," jelas Nanan.
Perubahan kebijakan yang mendadak, lanjut Nanan, bisa mengganggu operasional perusahaan. "Bukannya menolak aturan, tapi setiap kebijakan harus dikaji matang. Jangan sampai regulasi yang dibuat justru melemahkan daya saing industri kita," tegasnya.
APNI, lanjut Nanan, terus berkomunikasi dengan pemerintah untuk memastikan kebijakan yang diterapkan selaras dengan kondisi pasar. "Kami berharap ada ruang diskusi yang lebih luas agar kebijakan yang diambil benar-benar mendukung keberlanjutan industri pertambangan," harapnya.